“Kakak Adindalah yang akan membunuh kakanda! Adinda diminati bantuan,
 tetapi Adinda tolah!”. Mendengar hal tersebut , hati Raden Banterang 
tidak cair bahkan menganggap istrinya berbohong.. “Kakanda ! Jika air 
sungai ini menjadi bening dan harum baunya, berarti Adinda tidak 
bersalah! Tetapi, jika tetap keruh dan bau busuk, berarti Adinda 
bersalah!” seru Surati. Raden Banterang menganggap ucapan istrinya itu 
mengada-ada. Maka, Raden Banterang segera menghunus keris yang terselip 
di pinggangnya. Bersamaan itu pula, Surati melompat ke tengah sungai 
lalu menghilang.
Tidak berapa lama, terjadi sebuah keajaiban. Bau 
nan harum merebak di sekitar sungai. Melihat kejadian itu, Raden 
Banterang berseru dengan suara gemetar. “Istriku tidak berdosa! Air kali
 ini harum baunya!” Betapa menyesalnya Raden Banterang. Ia meratapi 
kematian istrinya, dan menyesali kebodohannya. Namun sudah terlambat.
Sejak
 itu, sungai menjadi harum baunya. Dalam bahasa Jawa disebut Banyuwangi.
 Banyu artinya air dan wangi artinya harum. Nama Banyuwangi kemudian 
menjadi nama kota Banyuwangi.
Pada zaman dahulu di kawasan ujung timur Propinsi Jawa Timur terdapat
 sebuah kerajaan besar yang diperintah oleh seorang Raja yang adil dan 
bijaksana. Raja tersebut mempunyai seorang putra yang gagah bernama 
Raden Banterang. Kegemaran Raden Banterang adalah berburu. “Pagi hari 
ini aku akan berburu ke hutan. Siapkan alat berburu,” kata Raden 
Banterang kepada para abdinya. Setelah peralatan berburu siap, Raden 
Banterang disertai beberapa pengiringnya berangkat ke hutan. Ketika 
Raden Banterang berjalan sendirian, ia melihat seekor kijang melintas di
 depannya. Ia segera mengejar kijang itu hingga masuk jauh ke hutan. Ia 
terpisah dengan para pengiringnya.
“Kemana
 seekor kijang tadi?”, kata Raden Banterang, ketika kehilangan jejak 
buruannya. “Akan ku cari terus sampai dapat,” tekadnya. Raden Banterang 
menerobos semak belukar dan pepohonan hutan. Namun, binatang buruan itu 
tidak ditemukan. Ia tiba di sebuah sungai yang sangat bening airnya. 
“Hem, segar nian air sungai ini,” Raden Banterang minum air sungai itu, 
sampai merasa hilang dahaganya. Setelah itu, ia meninggalkan sungai. 
Namun baru beberapa langkah berjalan, tiba-tiba dikejutkan kedatangan 
seorang gadis cantik jelita.
“Ha? Seorang gadis cantik jelita? 
Benarkah ia seorang manusia? Jangan-jangan setan penunggu hutan,” gumam 
Raden Banterang bertanya-tanya. Raden Banterang memberanikan diri 
mendekati gadis cantik itu. “Kau manusia atau penunggu hutan?” sapa 
Raden Banterang. “Saya manusia,” jawab gadis itu sambil tersenyum. Raden
 Banterang pun memperkenalkan dirinya. Gadis cantik itu menyambutnya. 
“Nama saya Surati berasal dari kerajaan Klungkung”. “Saya berada di 
tempat ini karena menyelamatkan diri dari serangan musuh. Ayah saya 
telah gugur dalam mempertahankan mahkota kerajaan,” Jelasnya. Mendengar 
ucapan gadis itu, Raden Banterang terkejut bukan kepalang. Melihat 
penderitaan puteri Raja Klungkung itu, Raden Banterang segera menolong 
dan mengajaknya pulang ke istana. Tak lama kemudian mereka menikah 
membangun keluarga bahagia.
Pada suatu hari, puteri Raja Klungkung
 berjalan-jalan sendirian ke luar istana. “Surati! Surati!”, panggil 
seorang laki-laki yang berpakaian compang-camping. Setelah mengamati 
wajah lelaki itu, ia baru sadar bahwa yang berada di depannya adalah 
kakak kandungnya bernama Rupaksa. Maksud kedatangan Rupaksa adalah untuk
 mengajak adiknya untuk membalas dendam, karena Raden Banterang telah 
membunuh ayahandanya. Surati menceritakan bahwa ia mau diperistri Raden 
Banterang karena telah berhutang budi. Dengan begitu, Surati tidak mau 
membantu ajakan kakak kandungnya. Rupaksa marah mendengar jawaban 
adiknya. Namun, ia sempat memberikan sebuah kenangan berupa ikat kepala 
kepada Surati. “Ikat kepala ini harus kau simpan di bawah tempat 
tidurmu,” pesan Rupaksa.
Pertemuan Surati dengan kakak kandungnya 
tidak diketahui oleh Raden Banterang, dikarenakan Raden Banterang sedang
 berburu di hutan. Tatkala Raden Banterang berada di tengah hutan, 
tiba-tiba pandangan matanya dikejutkan oleh kedatangan seorang lelaki 
berpakaian compang-camping. “Tuangku, Raden Banterang. Keselamatan Tuan 
terancam bahaya yang direncanakan oleh istri tuan sendiri,” kata lelaki 
itu. “Tuan bisa melihat buktinya, dengan melihat sebuah ikat kepala yang
 diletakkan di bawah tempat peraduannya. Ikat kepala itu milik lelaki 
yang dimintai tolong untuk membunuh Tuan,” jelasnya. Setelah mengucapkan
 kata-kata itu, lelaki berpakaian compang-camping itu hilang secara 
misterius. Terkejutlah Raden Banterang mendengar laporan lelaki 
misterius itu. Ia pun segera pulang ke istana. Setelah tiba di istana, 
Raden Banterang langsung menuju ke peraaduan istrinya. Dicarinya ikat 
kepala yang telah diceritakan oleh lelaki berpakaian compang-camping 
yang telah menemui di hutan. “Ha! Benar kata lelaki itu! Ikat kepala ini
 sebagai bukti! Kau merencanakan mau membunuhku dengan minta tolong 
kepada pemilik ikat kepala ini!” tuduh Raden Banterang kepada istrinya. ”
 Begitukah balasanmu padaku?” tandas Raden Banterang.”Jangan asal tuduh.
 Adinda sama sekali tidak bermaksud membunuh Kakanda, apalagi minta 
tolong kepada seorang lelaki!” jawab Surati. Namun Raden Banterang tetap
 pada pendiriannya, bahwa istrinya yang pernah ditolong itu akan 
membahayakan hidupnya. Nah, sebelum nyawanya terancam, Raden Banterang 
lebih dahulu ingin mencelakakan istrinya.
Raden Banterang berniat 
menenggelamkan istrinya di sebuah sungai. Setelah tiba di sungai, Raden 
Banterang menceritakan tentang pertemuan dengan seorang lelaki 
compang-camping ketika berburu di hutan. Sang istri pun menceritakan 
tentang pertemuan dengan seorang lelaki berpakaian compang-camping 
seperti yang dijelaskan suaminya. “Lelaki itu adalah kakak kandung 
Adinda. Dialah yang memberi sebuah ikat kepala kepada Adinda,” Surati 
menjelaskan kembali, agar Raden Banterang luluh hatinya. Namun, Raden 
Banterang tetap percaya bahwa istrinya akan mencelakakan dirinya. 
“Kakanda suamiku! Bukalah hati dan perasaan Kakanda! Adinda rela mati 
demi keselamatan Kakanda. Tetapi berilah kesempatan kepada Adinda untuk 
menceritakan perihal pertemuan Adinda dengan kakak kandung Adinda 
bernama Rupaksa,” ucap Surati mengingatkan.